Jakarta – Tholos Foundation, sebuah lembaga yang mengkaji isu-isi pendidikan di Washington D.C., baru saja merilis Indeks Hambatan Perdagangan Internasional untuk tahun 2025. Dalam laporan tersebut, Indonesia berada pada peringkat 122. Posisi ini cukup memprihatinkan, terutama jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asia dan Pasifik. Sebagai contoh, Vietnam dan Thailand masing-masing berada di posisi 117 dan 118, sementara Filipina berada di peringkat 116. Tak jauh dari mereka, China dan India meraih posisi 114 dan 120.
Peringkat tertinggi dalam indeks ini ditempati oleh Hong Kong, diikuti oleh Singapura yang berada di posisi kedua. Di urutan ketiga hingga kelima, kita bisa melihat Israel, Kanada, dan Jepang. Selanjutnya, Selandia Baru dan Australia mengisi posisi enam dan tujuh, sementara Belanda, Inggris, dan Panama menjadi negara-negara selanjutnya dengan peringkat delapan, sembilan, dan sepuluh. Di tengah-tengah negara-negara Asia, Malaysia berhasil menempati posisi yang cukup mengesankan di urutan 36.
Philip Thompson, Analis Kebijakan dari Tholos Foundation, menjelaskan bahwa Indeks Hambatan Perdagangan ini mempertimbangkan tiga aspek utama yang menjadi tantangan bagi perdagangan internasional. Aspek pertama adalah hambatan nontarif, yang mencakup segala bentuk regulasi yang dapat menghambat arus barang. Kedua adalah pembatasan layanan, yang menunjukkan tingkat kehadiran bisnis asing di sektor tertentu. Terakhir, tantangan dalam fasilitasi perdagangan dan kinerja logistik juga memiliki peran krusial, termasuk isu hak milik.
Thompson menyatakan bahwa jika dilihat dari segi tarif, Indonesia memiliki tarif rata-rata yang cukup tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain. Selain itu, jumlah lini tarif yang bebas bea juga sangat rendah. Hal ini tentu menyulitkan pelaku bisnis dalam melakukan perdagangan internasional. “Pembatasan layanan adalah isu terbesar yang kita hadapi. Ini berdampak pada bagaimana bisnis asing dapat berpartisipasi dalam sektor-sektor tertentu di Indonesia,” ujarnya dalam sebuah acara bertajuk Innovation Summit Southeast Asia.
Setelah mendapatkan peringkat yang kurang menggembirakan, penting bagi Indonesia untuk menganalisis situasi ini secara mendalam. Banyaknya hambatan dapat menurunkan daya saing Indonesia di pasar global. Mengingat bahwa negara-negara di sekitarnya semakin menunjukkan performa yang lebih baik, ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dan pemangku kepentingan. Mereka diharapkan dapat bekerja sama untuk merumuskan kebijakan yang lebih efektif untuk membuka pasar dan meminimalisasi hambatan yang ada.
Analisis mendalam terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi posisi Indonesia dapat membantu merumuskan strategi yang lebih baik. Tidak hanya dari sisi regulasi, tetapi juga mencakup aspek logistik dan layanan yang dapat mendukung proses perdagangan yang lebih efisien. Langkah-langkah ini pada gilirannya akan membuka peluang lebih besar bagi pertumbuhan ekonomi dan investasi asing di tanah air.
Dengan langkah dan inovasi yang tepat, bukan tidak mungkin Indonesia dapat memperbaiki posisinya di indeks perdagangan internasional di masa mendatang. Dan saatnya bagi semua pihak untuk berkontribusi dalam menciptakan lingkungan perdagangan yang lebih kondusif, untuk mendorong kemajuan dan kesejahteraan yang lebih tinggi bagi bangsa.