Jakarta – Dalam beberapa waktu terakhir, perbincangan mengenai potensi Bitcoin sebagai salah satu cadangan strategis negara mulai mengemuka di Indonesia. Ide ini dicetuskan oleh aktor penting dalam industri kripto tanah air, yang mendorong Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara untuk mempertimbangkan Bitcoin sebagai salah satu alternatif yang dapat memperkuat ketahanan ekonomi nasional.
Menanggapi hal ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan sikap yang terbuka, meskipun tetap mengedepankan kehati-hatian. Hasan Fawzi, Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, menganggap inisiatif ini sebagai representasi dari semangat inovasi yang berkembang dalam industri aset digital.
Pandangan Industri Kripto: Membangun Strategi Diversifikasi Aset
Chief Marketing Officer Tokocrypto, Wan Iqbal, memberikan sambutan positif terhadap usulan ini. Ia menilai bahwa langkah ini adalah tanda realisasi perubahan perspektif terhadap kripto sebagai alat pembangunan ekonomi yang berdaya guna. “Usulan ini kami lihat sebagai langkah untuk menciptakan portofolio negara yang lebih beragam dan responsif terhadap dinamika global saat ini,” tambahnya.
Menurut Iqbal, negara-negara seperti Amerika Serikat telah memulai strategi serupa, di mana Bitcoin dan aset digital lainnya diintegrasikan ke dalam cadangan negara sebagai upaya jangka panjang untuk memperkuat kestabilan ekonomi. “Dengan tata kelola dan manajemen risiko yang baik, Bitcoin bisa menjadi salah satu solusi untuk menghadapi berbagai tantangan ekonomi global serta volatile-nya nilai tukar,” jelasnya.
Belajar dari Praktik AS: Menerapkan Cadangan Digital untuk Stabilitas Ekonomi
Dalam konteks global, Amerika Serikat telah merancang strategi yang mengintegrasikan sejumlah aset kripto, termasuk Bitcoin, Ethereum (ETH), Ripple (XRP), Solana (SOL), dan Cardano (ADA) ke dalam cadangan digital nasional. Tujuan dari langkah ini tidak hanya untuk diversifikasi, tetapi juga untuk menstabilkan pasar kripto dengan mengurangi tekanan jual yang bisa terjadi saat likuiditas diperlukan.
“Praktik yang dilakukan oleh AS ini menciptakan preseden penting bahwa keterlibatan pemerintah dalam kepemilikan kripto tidak selalu berkonotasi pada adopsi yang ekstrem. Sebaliknya, hal ini lebih merupakan refleksi dari kebijakan moneter yang adaptif di era digital,” papar Iqbal.
Melihat tren ini, tak urung banyak pihak mulai menyadari pentingnya kripto dalam konteks ekonomi. Dengan pemahaman yang mendalam dan tata kelola yang baik, aset digital bisa menjadi bagian dari langkah kebijakan yang lebih luas untuk memberikan stabilitas dan ketahanan ekonomi di dalam negeri. Ini menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk beradaptasi dengan perkembangan zaman serta memanfaatkan potensi dari aset digital untuk mendukung perekonomian.
Di tengah potensi yang ada, tantangan tetap harus dihadapi secara bijaksana. Dengan kolaborasi antara pemerintah dan industri, serta perhatian pada aspek regulasi, penggunaan Bitcoin dan aset kripto lainnya sebagai cadangan negara bisa menjadi langkah strategis untuk mencapai masa depan ekonomi yang lebih baik dan berkelanjutan.