Jakarta – Bank Indonesia (BI) baru-baru ini merilis laporan menarik mengenai aliran modal asing yang mengalir masuk ke pasar Indonesia, terutama pada pekan kedua Mei 2025. Meski tren positif ini menggembirakan, data yang lebih luas menunjukkan bahwa sebenarnya banyak modal asing yang masih keluar dari Indonesia sepanjang tahun ini.
Direktur Eksekutif Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso, menjelaskan bahwa dalam periode transaksi dari tanggal 14 hingga 15 Mei 2025, secara agregat tercatat nonresiden melakukan pembelian neto sebesar Rp4,14 triliun. Angka ini menunjukkan minat investor asing untuk berinvestasi di pasar domestik.
“Nonresiden tercatat beli neto sebesar Rp4,14 triliun, dengan rincian pembelian neto sebesar Rp4,52 triliun di pasar saham dan Rp1,14 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Namun, mereka juga melakukan penjualan neto sebesar Rp1,52 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN),” jelas Ramdan, dikutip dari pernyataa resmi BI.
Menariknya, meskipun ada indikasi positif dari aliran dana masuk, data total sepanjang tahun 2025 menunjukkan situasi yang lebih kompleks. Hingga 15 Mei 2025, nonresiden mencatatkan penjualan neto sebesar Rp52,53 triliun di pasar saham, serta Rp20,54 triliun di SRBI. Apalagi, mereka juga membeli neto sebesar Rp29,10 triliun di pasar SBN. Ini menunjukkan adanya dinamika yang mempengaruhi aliran modal tersebut, di mana ketidakpastian pasar global bisa menjadi salah satu penyebabnya.
Kinerja Rupiah
Di sisi lain, kinerja rupiah dalam periode yang sama menunjukkan perkembangan yang cukup menarik. Pada tanggal 15 Mei 2025, premi Credit Default Swap (CDS) Indonesia untuk tenor 5 tahun tercatat sebesar 83,34 basis poin, mengalami penurunan dari level sebelumnya yang mencapai 88,93 basis poin pada 9 Mei 2025. Hal ini bisa jadi sebuah indikasi bahwa risiko investor terhadap stabilitas ekonomi Indonesia semakin membaik.
Kurs rupiah pun ditutup pada level (bid) Rp16.510 per dolar AS. Meskipun tidak sepenuhnya stabil, angka ini menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah masih berada dalam rentang yang terukur. Terlebih lagi, yield SBN untuk tenor 10 tahun mengalami kenaikan menjadi 6,90%, menunjukkan minat investor internasional terhadap instrumen keuangan dalam negeri tetap tinggi meskipun masih ada tekanan dari aliran modal keluar.
Secara keseluruhan, data terbaru menunjukkan adanya ketidakpastian di pasar investasi Indonesia. Meski beberapa aspek menunjukkan bahwa modal asing kembali tertarik, tantangan dari faktor eksternal tetap menjadi perhatian. Hal ini menjadi sinyal bagi pemerintah dan Bank Indonesia untuk terus menjaga stabilitas ekonomi dan meminimalisir dampak dari fluktuasi global.
Dengan berbagai informasi tersebut, jelas bahwa meskipun terdapat arus masuk modal asing yang positif, tantangan tetap ada dan perlu diwaspadai. Kemandirian ekonomi serta kebijakan yang efisien harus terus digodok agar Indonesia mampu bersaing di kancah global.