Jakarta – Kunjungan kerja Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) Pangan Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) digelar di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada 8 Mei 2025. Kegiatan ini dipimpin oleh Ketua Komisi IV, dengan tujuan untuk menggali gagasan dan pandangan dari para akademisi serta mahasiswa mengenai revisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 mengenai Pangan.
Firman Soebagyo, sebagai anggota Panja RUU Pangan, menyatakan, “Kunjungan ini bukan hanya ajang diskusi, tetapi juga memahami pandangan dari para guru besar, dosen, dan mahasiswa IPB terkait pembahasan revisi UU Pangan yang sedang berjalan.” Diskusi yang dimoderatori oleh Wakil Rektor IPB ini dihadiri oleh delapan profesor, dosen, dan mahasiswa, berlangsung dengan substansi yang kaya dan bermanfaat.
Dari forum tersebut, para anggota dewan memperoleh berbagai masukan berharga mengenai usulan revisi UU Pangan. “Saran-saran ini akan kami gunakan sebagai referensi penting dalam menyusun naskah akademik dan draf RUU. Kami berharap dengan revisi ini, undang-undang yang dihasilkan memenuhi kualitas yang tinggi dan mampu menjawab tantangan ketahanan serta kedaulatan pangan nasional di masa depan,” tambah Firman.
Dalam diskusi itu, sejumlah isu krusial dibahas, seperti kedaulatan pangan, diversifikasi dan substitusi pangan, serta perumusan program makan bergizi gratis (MBG) dengan standar tertentu. Firman juga menyoroti pentingnya menjadikan ikan sebagai salah satu alternatif utama dalam pemenuhan gizi dan protein dalam konteks program MBG.
Lebih jauh, anggota DPR dari daerah pemilihan Jawa Tengah III ini menegaskan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan lembaga pendidikan tinggi. “Pemerintah harus melakukan upaya maksimal untuk menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi dalam melakukan riset tentang pangan. Hasil riset ini akan sangat berharga dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan, terutama berkaitan dengan diversifikasi dan substitusi pangan,” ungkapnya.
Keberhasilan dari inisiatif ini sangat bergantung pada seberapa efektif kolaborasi antara pemerintah dan institusi pendidikan tinggi. Jika kedua belah pihak dapat saling mendukung, maka dampak positif bagi ketahanan pangan di tanah air akan semakin besar. Diharapkan, dengan dukungan riset yang solid serta kebijakan yang relevan, akan tercipta sistem pangan yang lebih baik, terjangkau, dan berkelanjutan.
Isu ketahanan pangan menjadi semakin mendesak, terutama di tengah pergeseran pola konsumsi masyarakat dan tantangan dari perubahan iklim. “Sudah saatnya kita semua, baik pemerintah, akademisi, maupun masyarakat, bersatu padu untuk mencapai tujuan kedaulatan pangan,” tegas Firman, menunjukkan urgensi dari permasalahan ini dan ajakan untuk berkolaborasi dalam menciptakan solusi.
Di sisi lain, masalah terkait program makan bergizi gratis kembali mencuat di kota Bogor. Terdapat laporan keracunan yang melibatkan beberapa siswa, yang mengindikasikan perlunya evaluasi mendalam atas sistem distribusi dan kualitas makanan yang disediakan. Pihak terkait diharapkan lebih berhati-hati dalam penerapan program-program yang langsung bersentuhan dengan kesehatan masyarakat.