www.wartafakta.id – Jepang baru-baru ini mengalami penjualan saham yang signifikan oleh para investor asing, menandakan adanya perubahan dalam dinamika pasar modal. Penjualan ini terjadi setelah lebih dari dua bulan terdapat arus masuk yang positif, mencerminkan kondisi ekonomi yang semakin rumit.
Pada pekan yang berakhir pada 21 Juni 2025, sejumlah 524,3 miliar yen saham Jepang terjual, mencatatkan penjualan bersih pertama sejak akhir Maret. Hal ini dipicu oleh ketidakpastian yang ditimbulkan oleh konflik antara Israel dan Iran, yang berdampak langsung pada stabilitas ekonomi Jepang.
Dalam konteks yang lebih luas, inflasi inti Jepang mencapai rekor tertinggi dalam lebih dari dua tahun di bulan Mei. Hal ini memberikan tekanan tambahan pada Bank of Japan untuk mempertimbangkan kembali kebijakan suku bunga di tengah situasi yang semakin tidak menentu.
Dampak Konflik Global Terhadap Ekonomi Jepang
Konflik yang terjadi di kawasan Timur Tengah, khususnya antara Israel dan Iran, telah menyebabkan kekhawatiran akan lonjakan harga minyak. Kenaikan harga ini berpotensi memicu inflasi yang lebih tinggi di Jepang, yang memiliki ketergantungan besar terhadap impor energi.
Investor asing mulai meragukan stabilitas ekonomi Jepang, menghasilkan penjualan yang cukup besar. Penjualan saham ini adalah indikasi bahwa para pelaku pasar merasa lebih nyaman menunggu dan melihat bagaimana situasi akan berkembang.
Pergerakan arus modal ini berkaitan erat dengan persepsi risiko global. Banyak investor cenderung berpindah ke aset yang lebih aman saat ketidakpastian meningkat, termasuk obligasi negara dengan imbal hasil yang lebih stabil.
Arus Masuk dan Keluar di Pasar Obligasi Jepang
Meskipun terjadi penjualan saham yang besar, pasar obligasi Jepang mengalami dinamika yang menarik. Pada kuartal pertama 2025, Jepang menerima arus masuk bersih sebesar 6,81 triliun yen, angka yang menunjukkan minat asing yang tetap tinggi terhadap sekuritas dari negara tersebut.
Namun, dalam pekan terakhir saja, obligasi jangka panjang Jepang mencatatkan arus keluar bersih sebesar 368,8 miliar yen. Ini terjadi setelah tiga minggu berturut-turut di mana pembelian bersih terjadi, menunjukkan adanya volatilitas dalam preferensi investor.
Di sisi lain, ada juga kecenderungan para investor asing untuk membeli obligasi jangka pendek senilai 1,5 triliun yen, jumlah terbesar yang tercatat dalam sembilan minggu terakhir. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada ketidakpastian, terdapat minat yang kuat untuk mengambil posisi di obligasi jangka pendek.
Respon Bank of Japan Terhadap Kenaikan Inflasi
Bank of Japan kini dituntut untuk menghadapi tantangan baru akibat inflasi yang meningkat. Inflasi inti Jepang, yang menempati level tertinggi dalam lebih dari dua tahun, memaksa bank sentral untuk mempertimbangkan kebijakan suku bunga yang lebih ketat.
Ini adalah situasi yang rumit, karena kebijakan moneter yang ketat dapat membebani pertumbuhan ekonomi. Bank of Japan harus menemukan keseimbangan antara menstabilkan harga dan mendukung pertumbuhan, sebuah tantangan yang tidak mudah.
Sambil mempertimbangkan langkah-langkah ke depan, Bank of Japan pasti akan memperhatikan indikator ekonomi lainnya serta reaksi pasar. Ini akan menjadi fokus utama mereka dalam beberapa bulan mendatang.