Di tengah perkembangan industri energi, temuan gas di wilayah timur Indonesia menjadi peluang berharga bagi Pertamina Hulu Energi (PHE). Menurut Rachmat Hidajat, Direktur Perencanaan Strategis dan Pengembangan Bisnis PHE, harapan besar kini tertuju pada kolaborasi dan dukungan pemerintah untuk memastikan keberlanjutan pasar bagi konsumen gas.
“Kami optimis inventory gas akan meningkat, namun tantangan yang ada, seperti stranded field dan ladang marjinal, membuat kami belum bisa mengoptimalkan semua potensi ini. Diperlukan kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan agar pasar bisa lebih mudah mengakses sumber energi kita,” ungkap Rachmat. Ia juga menekankan pentingnya pembangunan infrastruktur sebagai kunci untuk membuka potensi yang ada.
Dalam konteks ini, Sugeng Suparwoto, Anggota Komisi XII DPR RI, menegaskan bahwa infrastruktur dasar menjadi unsur penting yang harus dipersiapkan pemerintah. Tanpa infrastruktur yang memadai, biaya operasional akan meningkat dan hal ini akhirnya mempengaruhi harga gas yang ditawarkan kepada konsumen.
“Ketidakhadiran pipa akan menambah biaya operasional kita. Jika kita bergantung pada LNG, itu juga memerlukan biaya lebih tinggi,” kata Sugeng. Ia mencontohkan proyek pipa gas Cirebon – Semarang (Cisem) yang diambil alih oleh pemerintah setelah mengalami kegagalan dari pihak swasta. Inisiatif seperti ini dinilai krusial untuk menghubungkan jalur gas dari Aceh hingga Jawa Timur, sehingga bisa membentuk sistem distribusi yang efisien.
Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, menambahkan bahwa pemerintah harus berfokus pada pengintegrasian dan penyediaan infrastruktur gas. Data menunjukkan bahwa sekitar 80% cadangan gas terletak di wilayah timur, sementara konsumen berada di bagian barat Indonesia.
“Investor akan mempertimbangkan berapa lama cadangan gas dapat dieksplorasi dan dikembangkan. Jika pipa dibangun tapi memerlukan waktu lama untuk mencapai titik balik modal, hal ini akan menghalangi investasi. Solusi logis yang sering diambil adalah mengubah gas menjadi LNG dengan skala kecil, meski itu lebih mahal. Konsumen di barat sudah terbiasa dengan harga gas yang rendah, ini perlu disesuaikan,” jelas Komaidi.
Keterlibatan badan usaha, baik milik pemerintah maupun swasta, sangat penting dalam mendorong pemanfaatan gas domestik. Dengan modal yang kuat, badan usaha ini dapat menjadi mitra strategis pemerintah dalam penyiapan infrastruktur gas bumi, serta mendukung hilirisasi gas.
Kota dan daerah terus membutuhkan kerjasama untuk mengoptimalkan sumber daya ini, mengingat pentingnya gas sebagai bagian dari transisi energi yang lebih bersih dan berkelanjutan. Dengan langkah yang tepat, baik dari pemerintah maupun sektor swasta, masa depan energi gas di Indonesia dapat menjadi lebih cerah dan terjangkau bagi seluruh masyarakat.